About Kenapa Tahlilan ?
Tahlil (atau Kenduri Arwah atau Selamatan Arwah) Merupakan Sebuah ritual/upacara selamatan yang dilakukan sebagian umat Islam, kebanyakan di Indonesia dan kemungkinan di Malaysia, untuk memperingati dan mendoakan orang yang telah meninggal yang biasanya dilakukan pada hari pertama kematian hingga hari ketujuh, dan selanjutnya dilakukan pada hari ke-40, ke-100, kesatu tahun pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Ada pula yang melakukan tahlilan pada hari ke-1000.
Kata "Tahlil" sendiri secara harfiah berarti berizikir dengan mengucap kalimat tauhid "Laa ilaaha illallah" (tiada yang patut disembah kecuali Allah).
Upacara tahlilan ditengarai merupakan praktik pada abad-abad transisi yang dilakukan oleh masyarakat yang baru memeluk Islam, tetapi tidak dapat meninggalkan kebiasaan mereka yang lama. Berkumpul-kumpul di rumah ahli mayit bukan hanya terjadi pada masyarakat pra Islam di Indonesia saja, tetapi di berbagai belahan dunia, termasuk di jazirah Arab. Oleh para da'i(yang dikenal wali songo) pada waktu itu, ritual yang lama diubah menjadi ritual yang bernafaskan Islam. Di Indonesia, tahlilan masih membudaya, sehingga istilah "Tahlilan" dikonotasikan memperingati dan mendo'akan orang yang sudah meninggal. tahlilan dilakukan bukan sekadar kumpul-kumpul karena kebiasaan zaman dulu. Generasi sekarang tidak lagi merasa perlu dan sempat untuk melakukan kegiatan sekadar kumpul-kumpul seperti itu. jika pun tahlilan masih diselenggarakan sampai sekarang, itu karena setiap anak pasti menginginkan orangtuanya yang meninggal masuk sorga. sebagaimana diketahui oleh semua kaum muslim, bahwa anak saleh yang berdoa untuk orangtuanya adalah impian semua orang, oleh karena itu setiap orangtua menginginkan anaknya menjadi orang yang saleh dan mendoakan mereka. dari sinilah, keluarga mendoakan mayit, dan beberapa keluarga merasa lebih senang jika mendoakan orangtua mereka yang meninggal dilakukan oleh lebih banyak orang(berjama'ah). maka diundanglah orang-orang untuk itu, dan menyuguhkan(sodaqoh) sekadar suguhan kecil bukanlah hal yang aneh, apalagi tabu, apalagi haram. suguhan(sodaqoh) itu hanya berkaitan dengan menghargai tamu yang mereka undang sendiri. maka, jika ada anak yang tidak ingin atau tidak senang mendoakan orangtuanya, maka dia (atau keluarganya) tidak akan melakukannya, dan itu tidak berakibat hukum syareat. tidak makruh juga tidak haram. anak seperti ini pasti juga orang yang yang tidak ingin didoakan jika dia telah mati kelak.
Kegiatan ini bukan kegiatan yang diwajibkan. orang boleh melakukannya atau tidak. tahlilan bukanlah kewajiban, dan adalah dusta dan mengada-ada jika tahlilan ini dihitung sebagai rukun. tahlilan adalah pilihan bebas bagi setiap orang dan keluarga berkaitan dengan keinginan mendoakan orangtua mereka ataukah tidak. tahlilan juga bukanlah kegiatan yang harus dilakukan secara berkumpul-kumpul di rumah duka dan oleh karenanya dituduhkan membebani tuan rumah. tahlilan itu mendoakan mayit dan itu bisa dilakukan sendiri-sendiri atau berjamaah, di satu tempat yang sama atau di mana-mana. menuduhkan tahlil sebagai bid'ah adalah mengada-ada dan melawan keyakinan kaum muslim bahwa anak saleh yang berdoa untuk orangtuanya adalah cita-cita setiap orang. Tahlil (or Kenduri Spirits or the salvation of Souls) It is a ritual / ceremony selamatan done some Muslims, mostly in Indonesia and possibly in Malaysia, to commemorate and pray for those who have died is usually done on the first day of death until the seventh day, and thereafter performed on the 40th day, 100th, unity first, second, third and so on. Some are doing tahlilan on day-1000.
The word "Tahlil" literally means berizikir, to say the phrase of unity "La ilaha illa Allah" (none worthy of worship except Allah).
Tahlilan ceremony is considered a practice in the centuries of transition carried out by people who embraced Islam, but can not abandon their old habits. Gathered-togethers at home expert deceased not only occur on pre-Islamic society in Indonesia, but also in various parts of the world, including in the Arabian peninsula. By preachers (known wali Songo) at that time, the old ritual ritual bernafaskan converted into Islam. In Indonesia, tahlilan still entrenched, thus the term "Tahlilan" connoted commemorate and pray for those who have died. tahlilan do not just get-together for old habits. The present generation no longer feels the need and had to conduct get-together just like that. if any tahlilan still held up until now, it is because every child wants his parents are deceased into heaven. as it is known by all Muslims, that pious child who prays for his parents is everybody's dream, therefore, every parent wants their children to be devout and pray for them. from here, the family prayed for deceased, and some families feel more comfortable if their parents pray for the dead done by more people (congregation). then diundanglah people to it, and presenting (sodaqoh) just a little treat is not unusual, especially taboo, let alone forbidden. treat (sodaqoh) was only concerned with the respect they invite their own guests. then, if there are children who do not want or are not happy to pray for his parents, then he (or his family) would not do, and it does not have any legal consequences syareat. Makruh not too unclean. child like this surely also people who do not want to be prayed for if he died later.
This activity is not of the required activities. people should do it or not. tahlilan not the obligation, and is a lie and fetched if tahlilan is calculated as a pillar. tahlilan is a free choice for individuals and families associated with the desire to pray for their parents or not. tahlilan also not an activity that should be done gathered-together at the funeral home and therefore the alleged burden the host. tahlilan deceased and pray that it can be done individually or in congregation, in the same place or everywhere. alleges tahlil as innovation is making it up and against the belief that the child devout Muslims who pray for the parents is the ideal of every person.
by U####:
Barakallah