About Tokoh Wayang Golek Indonesia
Wayang Golek adalah suatu seni pertunjukan wayang yang terbuat dari boneka kayu, yang terutama sangat populer di wilayah Tanah Pasundan. Sebagaimana alur cerita pewayangan umumnya, dalam pertunjukan wayang golek juga biasanya memiliki lakon-lakon baik galur maupun carangan yang bersumber dari ceritaRamayana dan Mahabarata dengan menggunakan bahasa Sunda dengan iringan gamelan Sunda (salendro), yang terdiri atas dua buah saron, sebuah peking, sebuah selentem, satu perangkat kenong, sepasang gong (kempul dan goong), ditambah dengan seperangkat kendang (sebuah kendang Indung dan tiga buah kulanter), gambang, dan rebab.
Sejak 1920-an, selama pertunjukan wayang golek diiringi oleh sinden. Popularitas sinden pada masa-masa itu sangat tinggi sehingga mengalahkan popularitas dalang wayang golek itu sendiri, terutama ketika zamannya Upit Sarimanah dan Titim Patimah sekitar tahun 1960-an. Dalam pertunjukan wayang golek, lakon yang biasa dipertunjukkan adalah lakon carangan. Hanya kadang-kadang saja dipertunjukkan lakon galur. Hal ini seakan menjadi ukuran kepandaian para dalang menciptakan lakon carangan yang bagus dan menarik. Beberapa dalang wayang golek yang terkenal diantaranya Tarkim, R.U. Partasuanda, Abeng Sunarya, Entah Tirayana, Apek, Asep Sunandar Sunarya, Cecep Supriadi dll.
Pola pengadegan wayang golek adalah sebagai berikut; 1) Tatalu, dalang dan sinden naik panggung, gending jejer/kawit, murwa, nyandra, suluk/kakawen, dan biantara; 2) Babak unjal, paseban, dan bebegalan; 3) Nagara sejen; 4) Patepah; 5) Perang gagal; 6) Panakawan/goro-goro; 7) Perang kembang; 8) Perang raket; dan 9) Tutug.
Salah satu fungsi wayang dalam masyarakat adalah ngaruat, yaitu membersihkan dari kecelakaan (marabahaya). Beberapa orang yang diruwat (sukerta), antara lain: 1) Wunggal (anak tunggal); 2) Nanggung Bugang (seorang adik yang kakaknya meninggal dunia); 3) Suramba (empat orang putra); 4) Surambi (empat orang putri); 5) Pandawa (lima putra); 6) Pandawi (lima putri); 7) Talaga Tanggal Kausak (seorang putra dihapit putri); 8) Samudra hapit sindang (seorang putri dihapit dua orang putra), dan sebagainya.
Wayang golek saat ini lebih dominan sebagai seni pertunjukan rakyat, yang memiliki fungsi yang relevan dengan kebutuhan-kebutuhan masyarakat lingkungannya, baik kebutuhan spiritual maupun material. Hal demikian dapat kita lihat dari beberapa kegiatan di masyarakat misalnya ketika ada perayaan, baik hajatan (pesta kenduri) dalam rangka khitanan, pernikahan dan lain-lain adakalanya diiringi dengan pertunjukan wayang golek. (Ganjar Kurnia, 2003, Deskripsi Kesenian Jawa Barat.) Marionette Puppet is a puppet show art made of wooden dolls, which are especially popular in the Land Pasundan region. As the storyline puppet general, in a puppet show also usually have plays either strain or carangan sourced from ceritaRamayana and Mahabharata using the Sundanese gamelan Sunda (salendro), which consists of two saron, a howl, a selentem , one kenong device, a pair of gongs (kempul and goong), plus a set of drums (a drum Goon and three kulanter), xylophone, and fiddle.
Since the 1920s, during a puppet show accompanied by Sinden. Sinden popularity in those days was very high so that beat the popularity puppeteer puppet show itself, especially when his time Upit Sarimanah and Titim Patimah around 1960. In the puppet show, performed the usual story is carangan. Only occasionally performed the play lines. It seemed to be a measure intelligence carangan puppeteers create a nice and interesting. Some of the famous puppeteer puppet show them Tarkim, R.U. Partasuanda, Abeng Sunarya, Either Tirayana, Apek, Asep Sunandar Sunarya, Cecelia Supriya etc.
Pengadegan pattern puppet show is as follows; 1) Tatalu, puppeteer and sinden on stage, the musical jejer / Kawit, murwa, nyandra, mysticism / kakawen, and biantara; 2) Round unjal, paseban, and bebegalan; 3) Nagara sejen; 4) Patepah; 5) The war failed; 6) Panakawan / goro-goro; 7) War of fireworks; 8) War racket; and 9) Tutug.
One function of the puppets in the community is ngaruat, ie cleaning of accidents (distress). Some people who diruwat (sukerta), among other things: 1) Wunggal (child); 2) Nanggung Bugang (a sister whose brother died); 3) Suramba (four sons); 4) Surambi (four daughters); 5) Pandavas (five men); 6) Pandawi (five daughters); 7) Talaga Date Kausak (a son dihapit daughter); 8) Ocean hapit sindang (a daughter dihapit two sons), and so on.
Puppet show today is more dominant as folk performing arts, which have functions that are relevant to the needs of the community environment, both spiritual and material needs. It thus can be seen from some of the activities in the community such as when there is a celebration, both a celebration (festivity party) in order circumcisions, weddings and others sometimes accompanied by a puppet show. (Ganjar Kurnia, 2003 Art Description West Java.)