About Novel - Merah Muda n Blue
Siang itu udara terasa begitu menyengat, debu dan polusi terasa menyesakkan. Di dalam sebuah bus kota yang penuh sesak, Bobby terlihat berhimpitan dengan para penumpang, sungguh terasa panas dan melelahkan. Ditambah lagi dengan kemacetan yang sudah menjadi rutinitas Ibu Kota, sungguh sangat menjemukan.
Setelah menempuh perjalanan yang lumayan menyita waktu, akhirnya pemuda itu tiba di tempat tujuan. Kini dia sedang duduk di halte, ngobrol bersama teman barunya sambil menikmati segarnya teh botol dingin.
Suasana halte yang teduh dan agak sepi membuat keduanya betah berlama-lama, apalagi saat itu angin sepoi-sepoi terus berhembus memberikan kesejukan.
Sambil terus menikmati teh botolnya masingmasing, mereka terus bercakap-cakap dengan penuh keakraban. Membicarakan perihal kehidupan mereka yang semakin sulit dan sepertinya tidak punya masa depan. Lama mereka bercakap-cakap, hingga tak terasa sayup-sayup terdengar azan Ashar yang berkumandang mengajak umat Islam menuju kemenangan.
“Wah, sialan! Sudah Ashar. Padahal, kita lagi asyik-asyiknya ngobrol,” keluh Randy.
“Kau jangan begitu, Ran! Seharusnya kau bersyukur karena panggilan itu.”
“Ups! Sorry, Bob! Soalnya sudah jadi kebiasaan.”
“Ya sudah kalau begitu. Yuk! Sekarang kita sholat dulu”
Karena merasa tidak enak, akhirnya Randy terpaksa sholat bersama Bobby di sebuah masjid yang tidak begitu jauh. Usai sholat, Bobby langsung berdoa, pada saat yang sama Randy tampak sedang mengagumi keindahan Masjid itu. Ornamennya yang Islami dengan ukiran bermotif tumbuhan tampak berpadu serasi dengan kaligrafi ayat-ayat suci yang begitu indah. Randy terus terpana dengan keindahan itu, hingga akhirnya Bobby selesai berdoa dan mengajaknya melanjutkan perbincangan yang tertunda tadi. That afternoon, the air was so oppressive, suffocating dust and pollution. In a crowded city bus, Bobby looks coincide with the passengers, it was hot and tiring. Coupled with the congestion that has become routine Capital, it is very drab.
After traveling a fairly time-consuming, the boy finally arrived at their destination. Now he was sitting at the bus stop, chat with new friends while enjoying the fresh cold bottled teas.
Atmosphere stop shady and rather quiet make them linger, especially when the breezes kept blowing providing coolness.
While continuing to enjoy tea bottle each, they continue to converse with great familiarity. Discussing about their life increasingly difficult and seemed to have no future. Long they talked, until he felt faint sounds that reverberate Asr azan calls on Muslims to victory.
"Oh, damn! Already Ashar. In fact, we are more fun-fun chat, "complained Randy.
"You do so, Ran! You're supposed to be grateful for that call. "
"Oops! Sorry, Bob! Because it's a habit. "
"Okay, if that is the case. Yuk! Now we pray first "
Feeling uneasy, Randy finally forced Bobby to pray together in a mosque that is not so far away. After the prayer, pray directly Bobby, at the same time Randy seemed to be admiring the beauty of the mosque. Islamic ornamentation with carved motifs of plants seemed blend harmoniously with calligraphy holy verses were so beautiful. Randy continues stunned by the beauty of it, until Bobby finished praying and asked her to continue the conversation delayed earlier.